Rabu, 02 Juli 2008

KENAKALAN REMAJA vs TANGGUNG JAWAB ORANG TUA


Senin, 30 Juni 2008 21:17:00
Kasus Kejahatan Anak di Bapas Kediri Terus Meningkat (Warta Alumni SMA 1 Kediri - Yahoogroups)
Kediri-RoL-- Kasus kejahatan yang melibatkan anak di bawah umur 18 tahun yang ditangani Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kediri, Jawa Timur terus menunjukkan tren peningkatan.Kepala Bapas Kediri, Rintjoko S, Senin menyebutkan, selama periode Januari-Juni 2008 pihaknya sudah menerima 170 kasus kejahatan dari kepolisian yang melibatkan anak-anak."Jumlah ini kami perkirakan akan terus meningkat, karena setiap bulan kami bisa menerima antara 15 sampai 35 kasus kejahatan anak-anak," katanya. Sedang selama tahun 2007, Bapas Kediri telah menerima 291 kasus kejahatan yang melibatkan 286 anak laki-laki, dua kasus perempuan, dan tiga kasus lainnya gagal dipidanakan.Angka itu lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2006 yang hanya 248 kasus kejahatan melibatkan 239 anak laki-laki, enam kasus anak perempuan, dan tiga lainnya gagal dipidanakan karena berbagai alasan. Dari 170 kasus kejahatan pelakunya anak-anak itu, pada bulan Juni ini Bapas Kediri mendapatkan tugas memberikan bimbingan pada sembilan anak yang kasusnya telah diputus pengadilan.Menurut Rintjoko, kasus kejahatan yang dilakukan anak-anak itu didominasi oleh kasus pencurian. Disusul kemudian kasus penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pencabulan, dan pembunuhan. "Anak-anak yang masuk di Bapas ini rata-rata dari golongan ekonomi menengah ke bawah yang kurang mendapatkan perhatian dari orangtua," katanya.Oleh sebab itu dia mengingatkan kepada para orangtua untuk lebih serius dalam memperhatikan anak-anaknya sehingga tidak terjerumus dalam dunia kejahatan. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, salah satu fungsi Bapas adalah membimbing anak-anak yang terlibat kasus kejahatan. antara/mim

Tanggapan via yahoogroups Warta Alumni SMA 1 Kediri,
Dari: astuti judhananto
Tanggal: Selasa, 1 Juli, 2008, 3:51 PM
Kalo menurutku, sekarang sepertinya era globalisasi sudah agak kebablasan. Sebagian anak2 menganggap era globalisasi berarti juga kebebasan bertingkah laku tanpa ada batasan "bebas bertanggung- jawab". Semakin luasnya arus informasi, bisa diakses dimana saja tanpa batasan usia, juga mempengaruhi lebih cepatnya pemikiran seorang anak-anak menjadi "lebih dewasa" atau ingin menjadi "seperti orang dewasa", supaya lebih "diperhitungkan" eksistensinya oleh lingkungan atau teman2nya.
Sayangnya, tanpa adanya pengawasan yang baik dan benar, jurusannya jadi ke hal2 yang negatif. Sayang banget, ya, jika banyak generasi muda yang demikian mudahnya terpengaruh oleh hal2 yang sangat bisa merusak masa depan mereka. Tugas kita2 -terutama yang sudah jadi orang tua- untuk menanamkan sikap disiplin dan takut kepada Tuhan sejak dini, untuk membentuk generasi mendatang yang berbudi pekerti yang luhur.
Lha iyo tho, sedulur kabeh...??


Tanggapan dari Darsanatasiun'69darssetia@yahoo.co.id (pengelola blog ini) via Yahoo groups Warta Alumni SMA 1 Kediri 1 Juli 2008;

Tahun 1998 bangsa ini sudah sepakat (secara politis) untuk melakukan REFORMASI TOTAL di setiap sektor aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam hal penegakkan HAM dan Demokratisasi.
Hanya sayangnya, saat itu kita belum memiliki patron "seperti apakah masyarakat hasil reformasi itu?".
Cak Nur (Alm. Nurcholis Madjid) pernah menawarkan masyarakat madani, dan saat itu Pak BJ. Habibie setuju, namum kebelakang (tahun-tahun berikutnya) kok jadi begini?. Istilah populernya "kebablasan".
Para Sosiolog dan Anthropolog sering berkata tentang hal ini "melepas sistem (masa lalu) yang dinilai ancur-ancuran, tapi belum menemukan sistem yang disepakati dan secara konsisten dijalani oleh bangsa ini".
Saya lebih senang menggunakan istilah "Sambil lari pakai sepatu, dan sialnya sepatu sing dijajal kambek mlayu ukurane gak onok sing pas karo gedene sikil".

Pak Juwono Sudarsono (Menteri Pertahanan) dalam resensi buku "Reinventing Indonesia" (penerbit Mizan) yang dimuat di Koran Sindo 5 Juli 2008 menulis ; Era reformasi yang telah berjalan satu dasawarsa telah pula menimbulkan tuntutan masayarakat yang berkembang, dan cenderung menduga adanya ketidakmampuan pemerintah dalam menilai dan memahami korelasi strategis antara antara kebutuhan (need) dan keinginan (wish).
Krisis pangan dan energi serta berbagai ancaman global serta ancaman perubahan iklim global ikut berperan mempengaruhi terbentuknya karakter anak bangsa dan mengarah pada reduksi rasa nasionalisme maupun pelunturan rasa jati diri bangsa. Refleksi hal itu juga nampak pada tumbuhnya gejala "semua orang hanya mementingkan dirinya sendiri dan mencari solusi dengan caranya masing-masing".
Analisa saya mengatakan bahwa hal ini terjadi justru karena adanya benih-benih krisis kepercayaan di dalam masyarakat kita, yang seharusnya segera diantisipasi dengan langkah-langkah konkrit dalam bentuk upaya nyata peningkatan kredibilitas serta akuntabilitas publik.
Menanggapi soal kenakalan remaja, ternyata data dari Bapas Kediri menyatakan, telah terjadi penurunan pada pelaku bergender perempuan ( selama tahun 2007, Bapas Kediri telah menerima 291 kasus kejahatan yang melibatkan 286 anak laki-laki, dua kasus perempuan, dan tiga kasus lainnya gagal dipidanakan. Angka itu lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2006 yang hanya 248 kasus kejahatan melibatkan 239 anak laki-laki, enam kasus anak perempuan, dan tiga lainnya gagal dipidanakan karena berbagai alasan).
Tapi ojok seneng disik, mergo belum tentu kuantitasnya menurun berarti kualitas kejahatannya juga turun.
Sing lebih penting kita waspadai anak-cucu kita, anak-anak di sekitar rumah tinggal kita agar tidak keliru memilih konco dolan. Lha nek kecelakaan anak-anak TK mangan coklat tekok kulkas sing isine tablet narkoba milik bapaknya ....yo mbuh,......jenenge kecelakaan minta aja ke Allah supoyo dijauhkan dari ujian, Yo bapake yo anak-anake. Amien.(Untung banget iku gak Ibuke sing doyan coklat, lah nek ibuke arek-arek sing mangan coklat isi narkoba iku, lak blaen dadine).

Nih ada data hasil riset yang dimuat di dalam Republika 2 Juli 2008 tentang remaja kita; Ahli Kesehatan jiwa Universitas Udayana Denpasar Bali, Prof.Dr.dr.LK Suryani,SpKj (K) dalam Seminar Guru di Denpasar “memahami perkembangan mental anak” 1 Juli 2008, mengungkapkan data risetnya sbb;
Dalam waktu lima tahun dijumpai 952 anak remaja mati bunuh diri di Bali, atau 190 orang remaja dalam setahun.
Remaja pria sebanyak 66,5% yang mayoritas berusia dibawah 20 tahun (13,7%).

Seiring dengan pesatnya perkembangan sains dan teknologi (ICT), telah berpengaruh kepada anak-anak yang menjadi semakin pandai, namun kekuatan mentalnya justru MENURUN. Semangat juang (Adversity Quotient) dan tingkat kerajinan dalam meraih cita-cita ikut menurun (remaja kita cenderung mencari solusi jalan pintas/instant dengan perolehan hasil secara cepat, dengan mengabaikan proses-nya).
Kebangganan terhadap nilai moralitas juga turun, bahkan ada kecenderungan bangga manakala sudah berhubungan seks dengan lawan jenis sebelum menikah, bahkan dijadikan prasyarat untuk menjadi anggota kelompok mereka. Dari 100 responden, diperoleh jawaban bahwa tingkat intensitas komunikasi antara anak dengan orang tua, berkorelasi positif dengan perkembangan sikap mental mereka
.

Dengan demikian dapat difahami betapa pentingnya interaksi aktif dalam berkomunikasi antara orang tua dan anak di dalam keluarga, sehingga medium konsultasi dapat berlangsung secara sehat, sekaligus berperan sebagai agen perlindungan dari jiwa-jiwa remaja yang memang sedang bergolak emosinya.
Kalau seperti ini pemikirannya, maka pembekalan kepada setiap orang tua (maaf, yang tuna pemahaman perkembangan psikologi remaja) sangat perlu dilakukan, dengan menisbikan perasaan negatif dari para orang tua, seperti ketersinggungan, gengsi atau tinggi hati karena harus lebih sering "mendengar, menunggu, menanggapi" dengan sabar, dari setiap argumentasi anak-anak remaja kita.

Semoga perubahan zaman yang telah terjadi, tidak sepenuhnya dianggap sebagai penjungkirbalikkan nilai serta kebebasan berekspresi pada budaya kita, karena di dalam perubahan itu tak kurang pula nilai-nilai kebaikan yang mengakomodasi situasi ke depan (yang mungkin bukan zaman kita lagi /bukan zaman para orang tua saat ini).
Memang sulit fikiran sehat kita membayangkan adanya berita ANTV (running text) tanggal 4 Juli 2008, bahwa dalam waktu satu tahun saja (2007) di kota London telah terjadi 173 orang remaja meninggal akibat perilaku remaja yang lain, sementara di Perancis pada awal Juli 2008 lalu, dijumpai 3 orang anak remaja yang meninggal dengan badan penuh tusukkan senjata tajam, dan ternyata pelakunya adalah remaja juga.
Ada baiknya secara khusus digelar berbagai forum atau moment dialogis antara remaja dan orang tua, agar seluruh ide, gagasan, pendapat anak/remaja bisa didengar dan direspons para orang tua, kemudian dilanjutkan dengan informasi hasil riset tentang Psikologi Perkembangan Anak, untuk mengungkap bentuk-bentuk perilaku serta tingkat perkembangan emosi pada usia remaja, sehingga para orang tua yang mendampingi putra-putrinya (remaja) memiliki bekal untuk melakukan bimbingan dan pendampingan secara memadai.

Waduuh rek, cik abote dadi wong tuwek zaman sak-iki. Bekne zaman ndisik bapak-ibune awakke dewe yo ngono ngadepin nakale awakke dewe iki yo cak.
Yo embuh maneeh......

Tidak ada komentar: