Minggu, 25 Mei 2008

SALAH DIDIK SOAL PANGAN

Kompas edisi Jum'at 23 Mei 2008 mewartakan diskusi di dalam Seminar yang diselenggarakan oleh Puslit Biologi LIPI bekerjasama dengan Plant Resources of South East Asia Association (Prosea) hari Kamis 24 Mei 2008 di IPB Bogor, dengan judul "Sumber Daya Hayati dan Pertanian: Mengapa Potensi Hayati Belum Termanfaatkan?".

Menarik disimak pendapat panelis IPB (Edi Santosa, Departemen Agronomi dan Hortikultura) yang mengatakan ; Krisis pangan dunia akibat masuknya pialang ke bursa komoditas, seharusnya membawa berkah bagi Indonesia, yang keanekaragaman hayatinya luar biasa (megadeversity). Sejak dicanangkannya Revolusi Hijau (1960), pertanian cenderung fokus pada peningkatan produktivitas pangan primadona yaitu; padi, jagung dan kedelai. Tanaman pangan tradisional seperti "suweg, iles-iles, sagu dan ubi jalar (*telo rambat)" telah diberi stigma negatif yakni kemiskinan dan kemelaratan.

Di Jepang, pendidikan cara makan (shokuiki) di ajarkan sejak abad ke 18 (jaman restorasi Meiji) sampai sekarang. Sehingga timbul rasa malu kalau belum berkarya (belum melakukan pekerjaaan) sudah makan terlebih dahulu, dan hal ini ditandai dengan keluarnya keringat setelah bekerja keras yang menjadi kebanggaan mereka.
Lain halnya dengan kita, yang justru menyuburkan anekdot "belum makan namanya kalau belum makan nasi", dan bangganya bukan main keluar keringat setelah makan,.....eeehhmm mohon jangan bertanya sudah berkarya/melakukan pekerjaan atau belum saat akan makan.

Seharusnya stigma negatif (dalam pendidikan) tentang bahan pangan pokok segera dihilangkan seperti pembelajaran di Sekolah Dasar yang menyampaikan bahwa "pisang adalah makanan monyet" bahkan saya saat masih anak-anak dilarang makan pisang (gedang ijo) yang ada di bagian tepi tandan (lirang) dengan alasan pisang yang besar itu sudah menjadi haknya si "buto ijo".
Wallahualam, siapa si Buto Ijo tersebut.

Menurut panelis lain dalam seminar tersebut (Justika S Baharsyah) kita harus berhati-hati menerapkan kebijakan menggantikan bahan bakar fosil (yang tak terbarukan seperti halnya minyak bumi) dengan bahan bakar terbarukan (biofuel).

Jangan terpeleset lagi biofuel diproduksi dari bahan pangan seperti halnya dari jagung atau singkong, karena hal ini kontradiktif dengan KETAHANAN PANGAN itu sendiri.
Jangan terpeleset lagi membiarkan calo dan tengkulak bergentayangan di dalam kehidupan keseharian petani kita, sehingga saat panen, harga gabah anjlok serendah-rendahnya (sak pol-pole) sedangkan saat musim tanam dan musim semi harga benih serta harga pupuk na'udzubillah mahalnya.
Kita semua tahu hal itu, karena kita pernah sukses mengelola pangan dan memperoleh penghargaan serta dicontoh oleh banyak bangsa lain di dunia (era Wijoyonomic di awal Orde Baru), akan tetapi mengapa kita "tak mampu/tak mau" mengulangi kesuksessan itu (tanpa harus mengulangi kekurangannya)?.
Itulah pertanyaan orang awam terhadap perubahan politik, lho.... kalau begitu kita harus berkorban demi pilihan politik?, apakah memang kita sudah siap makan politik saja? . Demi harga diri sebagai konsekuensi kesepakatan WTO? waaah kalau yang ini ada cuplikan beritanya sebagai berikut;
Lee Kyung Hae Ketua Kelompok Tani Korea Selatan, rela mati diujung bayonet Petugas Keamanan Mexico, saat dirinya melakukan protes keras terhadap berlangsungnya Konferensi Internasional WTO, di Cancun 10 September 2003 yang lalu. Mengapa? karena protes kerasnya terhadap kebijakan WTO yang tidak berpihak kepada petani miskin tidak pernah digubris.
Mengapa suara petani miskin tidak digubris WTO? berikut cuplikan tulisan dari pemerhati WTO : Telah terjadi ironi bagi negara berkembang anggota WTO, karena negara harus tunduk menjalankan kuwajiban di bawah WTO, akan tetapi perusahaan-perusahaan swasta multinasional-lah yang lebih menikmati keuntungannya. Demi kepentingan perusahaan raksasa lintas negara itulah pemerintah negara berkembang terpaksa mengikuti perundingan keras peraturan global, dan sangat mungkin mengorbankan kepentingan rakyat kecil atau petani miskin (Hira Jhamtani, 2005)
Dan saya yakin hal itu tidak dilakukan oleh pengambil kebijakan di bidang ekonomi, perdagangan dan pertanian demi gengsi, karena .......hanya "pendidikan dan kepedulian" beliau yang bisa menjawab!.
Menutup tulisan ini perkenankan saya menuliskan kembali syair lagu yang selalu kita nyanyikan saat di sekolah dulu (kok jadi sentimentil gini yaah) ;
TANAH AIR

Tanah Air ku tidak kulupakan
Kan terkenang sepanjang hidupku
Walaupun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanahku yang kucintai Kau kan kuhargai

Walaupun banyak negeri kujalani
Yang masyur permai di kata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah ku rasa senang
Tanahku tak kulupakan
Kau kan kubanggakan.
Sekali lagi "Wallahualam bissawab" yang mana saja yang salah didik soal pangan.

sumber: al. Kompas, Mei 2008

ada komentar tentang tulisan ini dari seorang anak muda lulusan 1990 sebagai berikut:

Ulasan Mas Darsono mengenai salah didik soal pangan ini benar benar menggelitik dan kadang membuat saya tertawa sendiri mengenai kebodohan dan kesalahan yang terus menerus kita lakukan di negara kita.

Hanya sekarang saya jadi berpikir, bagaimana cara mengatasinya. Karena pendidikan untuk sebuah pola pikir dan kebiasaan hidup pasti akan memakan waktu sekian dekade baru bisa diwujudkan. Dan parahnya kalau kita tidak segera mulai akan semakin jauh kita tertinggal dengan negara lain.

Salut Mas Dar... Saya tunggu tulisan lainnya.


Salam,
Pitoni

Alumnus smast '90

KOMENTAR VIA darsanatasiun@gmail.com;

Jumat, 23 Mei 2008

BANGKITLAH PEMUDAKU!


Sebegitu besar dan pentingnya peranan anak muda di dalam melakukan perubahan menuju kondisi yang lebih baik, telah direkam oleh sejarah bangsa ini, sejak merintis kemerdekaan di tahun 1908 sampai pada mereformasi arah pengisian kemerdekaan di tahun1998.
Tak heran bila Bung Karno lebih memilih menggenggam kekuatan bara api semangat seribu pemuda yang akan beliau gerakkan untuk memindahkan gunung Semeru (Mahameru) ke tempat Indonesia sejahtera, adil dan makmur.
Dan sekarang di saat seratus tahun "awal babak baru" kebangkitan kita sebagai bangsa merdeka (20 Mei 1908 - 20 Mei 2008)kembali kita HARUS BANGKIT UNTUK MEMERDEKAKAN PIKIRAN KITA DARI BELENGGU KETIDAKFAHAMAN AKAN ARTI "MERDEKA". Perkenankan saya mengutip ucapan Deddy Miswar melalui layar kaca RCTI yang diputar berulang sejak 20 Mei 2008 pukul 21.05 wib, berupa URAIAN KATA INDAH SEKALIGUS HEROIK, BAHKAN MENGGELITIK nurani anak bangsa yang faham akan arti "MERDEKA" sebagai berikut;


Bangkit itu susah, susah melihat orang susah , senang melihat orang senang.

Bangkit itu takut, takut korupsi, takut makan yang bukan haknya.

Bangkit itu mencuri, mencuri perhatian dunia dalam prestasi.

Bangkit itu marah, marah bila martabat bangsa diinjak.

Bangkit itu tidak ada, tidak ada kata menyerah, tidak ada kata putus asa.

Bangkit itu malu, malu menjadi benalu, malu karena minta melulu.

Bangkit itu aku, untuk bangsaku.


* dan....Bangkit itu berbuat, berbuat sesuatu untuk mewujudkan secara nyata cita-cita bangsa merdeka yang benar-benar menikmati kesejahteraan bangsanya secara merata!.


Selamat pemudaku, selamatkan bangsa ini dengan gelora semangatmu untuk merdeka!.


Cijantoeng Tiga Jakarta, medio Mei 2008

Darsana Setiawan

Senin, 19 Mei 2008

SEKOLAH MASA DEPAN DI SINGAPURA, DAN BAGAIMANA KITA?


Tahun lalu (Mei 2007), saat diminta menjadi moderator pada Seminar Upaya Peningkatan Mutu Sekolah Bertaraf Internasional di Balai Kartini Jakarta, Saya sudah mengingatkan teman-teman pelakon pendidikan internasional di Jakarta, bahwa Singapura tidak tinggal diam setelah banyak calon siswa mereka yang berasal dari Indonesia beralih ke program pendidikan bertaraf internasional di dalam negeri.
Salah satu upaya Singapura waktu itu adalah meninggalkan standar mutu internasional "CAMBRIDGE" yang digunakan oleh sekolah-sekolah kita di dalam negeri, dengan standar baru Singapura yang di desain memiliki keunggulan di atas standar CAMBRIDGE.

Dan seperti biasa reaksi teman-teman peserta seminar dan pelakon Sekolah Internasional yang hadir ternyata "tidak bereaksi, bahkan nyaris EGP (Emang Gua Pikirin), atau lebih pantas ditulis disini sebagai omongan orang aneh". Bagi saya perlakuan seperti itu sudah menjadi kebiasaan, karena seringnya pikiran saya dianggap aneh-aneh dan tidak atau sulit untuk dipahami. Sebagai contoh adalah ceramah saya di Aula Masjid Dinas Dikmenti Provinsi DKI Jakarta tahun 2005, dihadapan para Kepala-kepala SMA Negeri se Jakarta, saya mengungkapkan pertumbuhan ekonomi yang spektakuler jauh di atas 7 digit dari China dan India sebagai dampak positif kontribusi pembangunan sektor pendidikan yang juga sangat maju. Saat itu tidak satupun seorang peserta seminar/ceramah yang tertarik untuk menanggapinya, bahkan ada yang bergumam apa hubungannya tugas Kepala Sekolah dengan kemajuan ekonomi dan pendidikan China dan India?.
Dan hari ini, 19 Mei 2009 media MetroTV menggelar diskusi ekonomi makro yang bertajuk "Menanti Kebangkitan Ekonomi" dalam bingkai acara ECONOMIC CHALLENGES yang dipandu oleh Desi Anwar, dengan topik utama mengejar ketertinggalan dari China, India, Brasil dan Rusia..
Sungguh saya memang harus lebih banyak lagi belajar..."bersabar"...untuk menunggu, atau memang apa yang ada di benak saya saat itu salah tempat dan salah waktu.
Hari ( Sabtu, 17 Mei 2008) saya memperoleh informasi Koran SINDO yang merilisnya dari salah satu Media Corp Singapura yaitu surat kabar ToDAY (www.todayonline.com) tentang SEKOLAH MASA DEPAN di SINGAPURA yang sudah pernah saya dengar dan ketahui sejak tahun 2005 melalui seorang pembicara tamu dari Singapura (Pak Chong) dengan informasinya tentang IDEA CENTRE sebagai induk dari Technoprenership yang sedang berkembang saat itu.
SEKOLAH MASA DEPAN yang sedang digarap di Singapura, merupakan sekolah yang berbasis ICT (Information Communication and Technologi) secara riil.
Artinya seorang pembelajar akan terfasilitasi kebutuhan belajarnya dengan sarana ICT yang ada, seperti halnya berkomunikasi langsung via internet dengan pakar sains biologi saat sang pembelajar berada di Kebun Binatang sambil secara aktif melaporkan aktivitas pengamatannya melalui note-book komputer yang ada di tangannya, sementara pembelajar yang berhalangan hadir mengikuti studi ekskursie di lapangan, dapat menggunakan fasilitas ICT sehingga seolah-oleh dirinya juga sedang berada di hutan atau kebun binatang sebagai "habitat" dari objek biologi yang dipelajari.Ruang Kelas disini bisa secara mendadak berubah menjadi "hutan virtual" sehingga siswa dapat meneliti spesies yang tidak pernah mereka temukan di dalam lingkungan rumah mereka, serta mendiskusikannya (via internet) bahkan dengan para ahli klasifikasi hewan maupun tumbuhan sekalipun. Inilah yang disebut dengan Kelas Empat Dimensi dari Sekolah Masa Depan.
Kelas yang mampu memfasilitasi praktikum kimia, tanpa bahan kimia dan tanpa takut terjadi kerusakan atau ledakkan sebagai akibat kesalahan reaksi, karena dilakukan secara "maya" melalui tangan-tangan yang aktif memegang "gambar/bayangan" peralatan kimia (tabung reaki, pipet, corong, erlen meyer, statif, pipa ukur), lengkap dengan perubahan warna hasil reaksi serta simulasi asap serta bau yang ditimbulkannya. Laboratorium yang didukung oleh solusi teknologi bagi berlangsungnya PEMBELAJARAN KREATIF memang didesain sebagai laboratorium dengan fungsi multi-sensor disertai fasilitas ICT yang dapat meniru berbagai macam lingkungan yang dibutuhkan pembelajar, sudah dapat dinikmati oleh para siswa mulai akhir tahun 2008 ini. Tak kurang dari 4 Konsorsium Internasional melibatkan diri ke dalam mega proyek spektakuler ini seperti Hewlett-Packard dari Inggris, Sing Tel, ST Technologies dan CIVICA, dengan biaya tak kurang dari $ 80 juta Singapura. Proyek ini sedang dipersiapkan di 5 Future School yaitu Beacon Primary, Canbera Primary, Cresent Girl's School, Hwa Chong Institution dan Jurong Secondary, termasuk pelatihan bagi para Guru yang akan siap melayani proses pembelajaran secara profesional.
Salah satu pejabat pada Kementerian Pendidikan Singapura, DR.Koh Thiam Seng mengatakan "ICT akan menghapuskan kendala sekat 4 sisi dinding kelas di sekolah dengan peluang pembelajaran sesuai dengan kebutuhan belajar siswa melalui fasilitasi secara utuh" (holistic).
Sebelum tahun 2005, saya pernah meminta kepada pihak-pihak di sekolah untuk berani melakukan perubahan layanan laboratorium konvensional IPA dengan "VIRTUAL LAB" melalui ruang audio visual dengan bermodalkan hard-ware in-focus dan PC Computer dan soft-ware praktikum IPA di sekolah.Kelebihan virtual lab antar lain keleluasaan manipulasi serta keamanan bekerja serta murahnya biaya yang terbebas dari bahan kimia (yang sangat mahal harganya).
Salah satu kelemahannya adalah rendahnya aktivitas kinestikal yang didominasi oleh penggunaan jari-jari di atas keyboard komputer, namun sekarang sudah dapat tereduksi dengan aktivitas maya model "touchscreen" pada gambar/bayangan objek benda yang dipegang atau digerakkan.
Kalau saat ini ratio penggunaan komputer di sekolah kita baru pada posisi 1:20.000 maka dalam waktu singkat kita berupaya merubahnya (secara spektakuler??) menjadi 1:20, walaupun salah satu negara miskin di Afrika seperti Nigeria dan Rwanda, sudah memulai dengan proyek ONE LAP-TOP PER CHILD (OLPC).OLPC(satu laptop untuk setiap anak)atau The Children's Machine atau XO-1 atau Laptop $100 adalah sebuah program penyediaan laptop dengan harga terjangkau untuk anak-anak di seluruh dunia, khususnya anak-anak di negara berkembang, dengan harapan bahwa mereka dapat mengakses pengetahuan dan pendidikan modern melalui ICT, sehingga tidak terjadi KESENJANGAN DIGITAL.Dikemudian hari OLPC menjadi nama dari sebuah organisasi nirlaba yang dibentuk oleh anggota MIT Media Lab. Organisasi ini bertugas mendesain , membuat dan mendistribusikan laptop yang dimaksud. Program ini diprakarsai oleh Nicholas Negroponte.
Laptopnya sendiri berupa komputer mini yang membutuhkan tenaga sangat minim, menggunakan flash memory menggantikan hardisk, serta menggunakan linux sebagai sistem operasinya basic-nya. Dalam perkembangan terakhir, Produsen software terbesar di dunia Microsoft Corp telah memodifikasi sistem operasi Windows XP sehingga dapat dijalankan pada laptopXO buatan yayasan OLPC (semula laptop XO hanya dioperasikan dengan sistem open source SUGAR yang berbasis LINUX dengan alasan biaya/harga) LaptopXO dilengkapi dengan Mobile ad-hoc networking yang akan digunakan untuk memungkinkan beberapa laptop dapat mengakses internet secara bersama-sama dari satu akses internet saja.LaptopXO OLPC ini akan dijual kepada pemerintah-pemerintah negara berkembang yang berminat (namun ternyata AS juga memesannya) yang kemudian akan dibagikan secara cuma-cuma kepada setiap anak di sekolah.Harga awal diharapkan berkisar US$135-140 (sekitar Rp 1.200.000,- dengan kurs Rp 9000/US$ 1) dan ditargetkan bisa mencapai US$100 (sekitar Rp 900.000,- dengan kurs Rp 9000/US$ 1) pada tahun 2008.Pada Februari 2007, Quanta Computer, sebagai kontraktor pembuat proyek mengatakan bahwa mereka sudah mengkonfirmasi pesanan untuk satu juta unit di beberapa negara pemesan. bahkan mereka mengindikasikan bisa mengirim lima juta hingga 10 juta unit dalam waktu 1 tahun karena tujuh negara sudah berkomitmen untuk membeli XO-1 untuk anak-anak sekolahnya.Negara-negara itu adalah Argentina, Brazil, Libya, Nigeria, Rwanda, Thailand dan Uruguay. Namun pemerintahan junta militer Thailand membatalkan partisipasi negaranya . setelah mereka mengambil alih kekuasaan melalui kudeta militer pada tahun 2006.
Tahun 2008 pesanan laptopXO berkembang menjadi lebih luas, mencakup negara-negara seperti :Argentina ,Brazil ,Kamboja ,Costa Rica ,Republik Dominika ,Mesir ,Libya ,Nigeria Pakistan ,Rwanda ,Tunisia Amerika Serikat (terutama negara bagian Massachusetts dan Maine) dan Uruguay.
Karena proyek OLPC menggunakan prosesor Geode buatan AMD, maka Intel memutuskan untuk menciptakan Classmate PC yang mengusung prosesor Celeron sebagai kompetitornya. Prototipe laptop ini menggunakan layar LCD berukuran 7 inci.Classmate PC berbeda dengan OLPC. Classmate menyertakan modul TPM (Trusted Platform Module) dari Infineon Technologies yang memungkinkan pemasangan sistem operasi Windows XP Embedded dari Microsoft. Di sinilah letak perbedaan tujuan kedua proyek besar itu. Proyek Classmate dimaksudkan untuk menyediakan teknologi paten tanpa kompromi yang dapat digunakan untuk memasuki lingkungan komputasi lebih tinggi (kebanyakan berbasis Windows, sedangkan OLPC bertujuan memperkenalkan anak-anak kepada sebuah lingkungan perangkat lunak open-source yang gratis dan bisa dimodifikasi sendiri sesuka hati mereka).Intel memgumumkan bahwa mereka sedang mendiskusikan nota kesepahaman dengan pemerintah Meksiko untuk menyuplai 300.000 laptop. Seakan tidak mau kalah, pemerintah Brazil juga sedang mempertimbangkan pembelian Classmate PC atau OLPC. Pemerintah Brazil menegaskan bahwa mereka akan tetap menggunakan sistem operasi berbasis Linux, tidak peduli laptop apa yang akhirnya dipilih. Intel juga sudah memastikan akan mengirim laptop ini dengan bundel sistem operasi Mandriva Linux .

Lalu kapan Indonesia melibatkan diri dalam program tersebut, mengingat sekolah masa depan kita juga tak akan mungkin menghindar dari ICT?.Terserah bagaimana kita mensikapinya, apakah tetap terdiam dan terpaku karena ketidak fahaman, atau memang sudah menjadi hobby menurun yang lebih senang menonton saja, dari jauuuuh pula.
Ya Ampuuuuuun.....geregatan sendiri aku!!!!!

sumber :
http://darsanaguru.blogspot.com/
http://edukasipress.wordpress.com/
SINDO dan Wikipedia