Selasa, 26 Februari 2008

Jepang telah Meluncurkan Satelit yang mampu mengakses Internet Super Cepat, untuk perkembangan medik dan pendidikan bagi masyarakat dunia.



(CNN) Jepang telah meluncurkan roket yang mengangkut satelit dalam rangka mempersiapkan layanan informasi & teknologi akses layanan "Internet dengan kecepatan tinggi" bagi warga masyarakat dunia, baik di rumah maupun di kantor di-seluruh-dunia. Sebuah roket yang membawa satelit internet super cepat lepas landas dari sebuah pulau yang bernama Tanagashima di Jepang.

Satelit WIND - yang merupakan proyek bersama antara Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) dan Mitsubishi Heavy Industries meluncur pada jam 5:55p.m(0855GMT). Manakala Satelit tersebut dapat berfungsi sempurna, maka para pelanggan akan terhubung dengan internet yang memiliki akses kecepatan lebih tinggi dari pengguna kabel atau layanan DSL yang selama ini melayani seluruh masyarakat dunia. Kantor berita Asosiasi pers (AP) mengatakan bahwa satelit tersebut dapat menghantarkan kecepatan muatan informasi sampai 1.2 giga-bytes per detik, dan diutamakan untuk pengguna pada regional Asia-Pasifik yang lebih dekat dengan Jepang.

JAXA` selanjutnya menginformasikan bahwa, teknologi ini sangat berarti bagi perkembangan ilmu kedokteran, kesehatan dan pendidikan melalui aktivitas “telemedicine” serta “distance Learning”, yang akan membawa layanan pengobatan dan akses pendidikan jarak jauh yang berkualitas tinggi bagi masyarakat tertinggal, yang hidup di daerah terpencil/terisolir.


Komentar: waah,... sudah ada layanan 3G dari operator selluler yang "murah meriah" ada saingan baru lagi yang akan membuat lebih murah akses internet kita ke depan. Memang informasi dan komunikasi seharusnya sudah menjadi hak publik kok. Hanya karena kita-kita yang "gatek" saja menjadi korban mereka yang lebih ngerti dan punya dukungan finansial untuk mengolahnya menjadi pelanggan (ketergantungan) bagi penyediaan fasilitas IT-nya.



Sumber Utama artikel Klik http://edition.cnn.com/2008/TECH/02/23/japan.satellite/index.html?eref=edition
sumber : http://udaramaya.com/

Jumat, 22 Februari 2008

PIKIRAN ANAK SMA SEKARANG



Pagi ini di depan lap top, sambil makan tempe goreng dan minum teh (soalnya daging empal sapi lagi menghilang dari pasar tradisional) saya di minta membantu "mas Iman" anak ragil(anak bontot) untuk nge-print tugas sekolahnya. Sambil membetulkan posisi disk-drive, saya membuka file dari disket kecil yang diketik "mas Iman" semalaman, dan betapa terkejutnya saya membaca berbagai tulisan tentang kehidupan sosial kemasyarakatannya yang ternyata dituangkan mirip-mirip cara dan gaya saya menulis. Wah...ibarat biji tak mungkin jatuh jauh dari pohonnya, dan memang salah satu tulisannya yang akan saya angkat di blog ini bertemakan tentang "Pohon". Diakhir tulisan mas Iman, saya baru akan memberi komentar, dan nanti setelah sang anak bontot pulang sekolah akan saya berikan print-out komentar saya tadi.
Selengkapnya tulisan mas Iman adalah sebagai berikut;

Sosialisasi Multimedia
Saat saya mengenal multimedia umur 9 tahun saya mengenal itu saat saya menonton tv dan ada berita tentang pembabatan pohon di sepanjang jalan raya antara Surabaya sampai Banyuwangi Jawa Timur, lalu saya berfikir buat apa sih pohon itu ditebang….. lalu saya binggung, kok dibiarin saja orang memotong pohon, malah seperti didukung. Nah pada saat saya berumur 12 tahun, saya baru tau kalo pembabatan liar terhadap pohon di hutan itu untuk di jual, dan mereka nggak mikir kalau selama ini terjadi banjir, antara lain karena tidak adanya pohon yang menahan air , hutannya pada gundul, sehingga sekarang banjir begini. Mengapa pak Polisi Kehutanan membiarkan mereka membalak hutan?, itu pemikiran saya pada umur saya yang ke 13.
Saya ingin ngebantu tapi saat itu tv hanya menyiarkan berita singkat , saat itu kan saya belum mengerti bagaimana menanggulanginya, kemudian saya di kasih tau oleh bapak saya begini; “penyebab banjir itu karena pohon yang di tebangi secara liar, dan dibiarkan bebas untuk merusaknya, baik yang di hutan Kalimantan maupun yang di Sumatera, bahkan yang di pulau Jawa”. Kalau ada yang diadili sebagai pembalak liar, malah bebas, dan melarikan diri ke luar negeri, agar dapat menikmati uang penjualan kayunya. Dan masyarakat kita yang ditinggalkan kebanjiran, merana, sengsara, hidup nestapa.
Sekarang sedang digalakkan penanaman berjuta pohon, seluruh masyarakat diajak menanam pohon, dan hal itu adalah sesuatu yang baik. Tapi saya bertanya lagi, nanti kalau sudah pohonnya besar, lalu di potong secara liar lagi bagaimana, kan banjir lagi. Guru di sekolah selalu menasehati, kalau ada masalah selesaikan dari yang kecil-kecil dulu, mulai dari dirimu sendiri dulu, dan lakukanlah saat ini juga. Jadi mestinya masalah pembalakan hutannya diselesaikan sekarang juga, baru kita menghijaukan lagi dengan menanam pohon.
Sejak saat ini pun saya tidak ingin memotong pohon, karena kalau bukan kita yang menjaganya, lalu siapa lagi, padahal saya nggak kepingin jadi Polisi Kehutanan, habis galakkan yang membalak hutannya sih, apa karena “bos pembalak” banyakkan uangnya kali ya?.

Komentar Saya:
Anak kelas 10(SMA kelas I), mengungkapkan kegundahan hatinya terhadap tatapan masa depannya, yang tidak begitu menggembirakan karena terusiknya "rasa keadilan" dalam bathinnya.
Kepolosan pikirannya mengungkap betapa tidak adilnya pemburuan penjahat kelas kakap yang menghancurkan bangsa dan negara terlihat di depan matanya dengan menyebut :Kok pembalak hutan bisa bebas dari hukuman, dan bisa melarikan diri dengan melenggang ke Luar Negeri untuk menikmati hasil balakannya dengan besaran jutaaan US dollar (karena kalau di kurs rupiah uang tersebut akan kehabisan seri nomornya, alias rupiah tak ber-seri). Mengapa penjahat yang dinyatakan sebagai teroris dengan mudah dapat ditangkap dan diobrak abrik sindikasinya? (apa karena mereka miskin, sehingga dana transfer dari sumbangan yang dihimpun mudah dilacak?. Mengapa kartel narkoba di tanah air bisa diungkap oleh BNN, padahal duit penjualan barang terlarang tersebut tidak kalah gedenya dengan uang balakkan pohon yang menggunduli bagian tengah hutan di pulau Kalimantan dan Sumatera?.
Kasus pembalakkan hutan ini memang penuh dengan "misteri", kalau tidak mau disebut dengan SANGAT MISTERIUS TAPI MENGGELIKAN". Kayu glondong balakkan yang sedang ditarik oleh truck tronton keluar dari hutan, saat ditangkap oleh sejumlah petugas keamanan, ee...ee...malah petugasnya lari tunggang langgang karena dikeroyok seluruh masyarakat kampung di sekitar kejadian....(ha? fenomena apa yang sedang terjadi sekarang ini?).
Dapat dipastikan bahwa banjirnya kota-kota di sepanjang tepi utara perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur saat ini, disebabkan oleh gundulnya hutan pohon Jati milik "kehutanan", dan itu terjadi didepan mata kita semua.
Di sisi lain, anak bontot saya "mas Iman" juga bingung, mengapa kita diajak rame-rame menanam berjuta pohon, sementara masalah penebangan liar terhadap pohon serta pembalaknya tidak diprioritaskan untuk segera diselesaikan.
Saya memahami pikiran anak muda saya ini, karena dia pernah memperoleh pembelajaran dari ngajinya seperti yang difirmankan Allah SWT di dalam surah Al Baqoroh yang saya kutib sebagian ini; "pagi hari seseorang menenun benang sampai menjadi selembar kain, dan pada malam harinya benang itu dilepasnya satu per satu dari tenunan kain, sehingga menjadi uraian benang panjang lagi". Itu peringatan Tuhan kepada hambaNya yang mau diperingati, bagi yang tidak mau diperingatkan Tuhan, ya silahkan "lakum dinukum waliadi" saja.

Jangan sampai kepleset, bahwa mas Iman dan bapaknya (saya) sangat setuju dengan "reboisasi" melalui penanaman berjuta pohon, namun saya lebih setuju kalau pembalak hutannya SERIUS DAPAT DI TANGKAP, sekali lagi SERIUS DAPAT DITANGKAP dan dihormati hak-haknya di depan pengadilan untuk melakukan pembenaran terhadap kejatahannya?.
Mudah-mudahan sekarang tidak bingung lagi, atau malah jadi bingung....
Wallahu alam bissawab.

Selasa, 19 Februari 2008

FENOMENA BANJIR YANG MENYENGSARAKAN DAN MENGHIBUR?


Bagi kita, seolah datangnya musim hujan dan terjadinya banjir bukan lagi merupakan suatu hal yang dikotomis, akan tetapi kejadian keduanya justru merupakan hal yang komplementer (saling mengisi). Namun kali ini saya tidak ingin mengangkat tulisan tentang pembangunan yang tidak “utuh” (holistic) serta tidak pula mampu melihat dan memprediksi jauh ke depan (outword-looking), sehingga terkesan sebagai program pembangunan tambal sulam, parsial, asal-asalan bahkan short term oriented pada pagu anggaran se-tahunan.


Saya hanya ingin mengenang masa kecil di tahun enampuluhan dengan banjir-nya kota kelahiran saya Kediri, yang terjadi pada setiap musim hujan. Apanya yang aneh dengan musibah banjir tahunan itu sehingga saya perlu menuliskan kembali “sesuatu yang mengganjal pikiran saya sejak kecil”, karena banjir yang melanda hampir seperempat luas kota Kediri itu justru menjadi tontonan rutin bagi sebagian masyarakat yang tidak terkena musibah, dan dianggapnya sebagai sesuatu yang “menghibur”. Manakala banjir hanya setinggi lutut di wilayah terendah yaitu di depan masjid besar dan alun-alun, maka hal itu dianggap kejadian biasa-biasa saja, dan seolah tidak ada yang perlu ditanggapi, karena rutinitasnya musim, memang harus banjir. Yang aneh justru harapan masyarakat yang tidak terkena banjir, agar sang banjir semakin membludak dan permukaan air semakin tinggi menggenangi atap-atap rumah di daerah Kauman. Manakala batas luberan air banjir ini sudah melewati gedung bioskop REX, maka segera kabar “gembira” itu menyebar ke seluruh pelosok kota, dan tak pelak lagi jalan Dhoho ke selatan (perempatan sumur bor) akan penuh sesak oleh warga yang ingin menonton dan menikmati luapan sungai Barntas itu dengan wisata perahu-nya di tengah kota.

Berita besar kecilnya luapan banjir yang akan terjadi di kota Kediri, juga bisa di deteksi dengan kondisi ditutup tidaknya lalu lintas darat yang melewati jembatan (kreteg) Ngujang (Jalan antara Kediri dan Tulung Agung), sehingga para “penggemar banjir (?)” dapat mengantisipasi perlu tidaknya menonton dan menikmati banjir di tengah kota. Inilah kasus kemanusiaan yang disebut dengan ketidakpedulian-sosial , atau dalam istilah psychology-nya Jerome K & Yulius Segal (1992) disebut sebagai bystander apathy.Tulisan Abdul Mu’ti (Direktur Eksekutif CDCC Jakarta) pada harian SINDO 15 Februari 2008 yang berjudul Bencanataintment, menarik perhatian saya untuk membahas fenomena sosiologis seperti ini. Bencana ternyata tidak selalu monofocus pada satu layar kemanusiaan dari angle warga masyarakat yang menderita kerugian harta, benda bahkan mungkin nyawa sekalipun, akan tetapi sudah bias sampai pada layar komoditas hiburan dan komoditas politik serta komoditas-komoditas yang lain.Kita masih ingat kasus bencana Tsunami di Aceh, dengan munculnya kasus bantuan yang mengendap di gudang-gudang dalam penguasaan Lembaga Swadaya Masyarakat tertentu, sementara masyarakat yang membutuhkan “ngap-ngapan” menunggu bantuan. Kita juga masih ingat, bahwa kejadian bencana, telah menjadi objek pergulatan persaingan pengaruh kekuasaan serta dukungan politik, yang bersifat seremonial, bahkan nyaris menjadi iklan partai politik melalui liputan televisi, karena dengan sengaja disiarkan berulang-ulang, demi kompensasi biaya, dan atas nama keseimbangan berita.Selanjutnya Abdul Mu’ti menyebutkan bahwa maraknya sikap asosial dari para penjual dan penonton musibah, bencana kemanusiaan ini merupakan fenomena tersendiri dari kerusakkan moral serta keroposnya bangunan sosial. Dicky S,Phd, dosen psikologi sosial Universitas Gadjah Mada, saat memberikan perkuliahan yang saya ikuti pada tahun 1992, sudah memprediksi makin berkembangnya masalah ketidak pedulian-sosial (psikologi sosial negatif) ini, seiring dan sejalan dengan meningkatnya penganut faham materialism-konsumerism, di tanah air. Bahkan satu dekade sebelumnya hal itu telah melanda Amerika Serikat dan sebagian daratan Eropa.


Waah, saya kok jadi serius ngomong mimbar akademik segala…..padahal kejadian yang saya alami saat ikutan menonton banjir, sambil membawa bekas bola lampu pijar yang diikat tali rami dan dihubungkan dengan sepotong bambu untuk mencari jejak agar tidak masuk ke lubang got, hanyalah peristiwa anak Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar) yang bertanya-tanya pada dirinya, “mengapa musibah justru ditonton dan dianggap sebagai suatu objek hiburan?”. Bystander apathy, merupakan realitas sosial yang sudah dianggap lazim terjadi dalam kehidupan masyarakat modern, karena pengaruh banyak hal dalam kaitan hubungan kemanusiaan, antara lain; kurangnya keakraban (intimacy), rendahnya kebersamaan (cohesiveness), dan kondisi kurang saling mengenal (anonymity). Padahal itu semua dapat dipenuhi melalui aktivitas lingkungan yang sarat dengan makna dan kepekaan sosial seperti; kerja bakti warga, arisan warga, silaturochim antar warga. Namun karena solusi itu “murah meriah dan mudah” untuk dilaksanakan, masyarakat yang sudah terlanjur bersikap materialism dengan selera tinggi serta tinggi pula sifat konsumerisme-nya, menganggap langkah dan tindakan yang peka sosial itu justru suatu anomaly social (kelainan sosial).

Lho, kok jadi begini? .

Jamannya memang jaman edan,…………


Cizantoeng tiga, medio tengah Februari 2008. Darsana Setiawan (adike Basuki-tasiun)

KEMENANGAN BARACK OBAMA KEMENANGAN RAKYAT INDONESIA JUGA


Judul tulisan ini mungkin mewakili harapan sebagian besar rakyat Indonesia, pada pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) bulan Nopember 2008 mendatang, walaupun sampai saat tulisan ini saya buat, kepastian menjadi kandidat presiden dari Partai Demokrat-pun masih dipertarungkan antara Barack Obama dengan Hillary Clinton. Namun tidak berlebihan kiranya menukil sekilas kehidupan salah satu calon presiden dari Partai Demokrat yang mulai populer di AS, mengingat hasil akhir pemilihan di berbagai negara bagian menunjukkan persaingan yang begitu ketat dengan calon lain dari kubu partai yang sama yaitu Hillary Clinton sudah mendekati babak akhir.


Uraian sekilas tentang Barack Obama kali ini (1) lebih difokuskan pada hubungan psikologis antara sang kandidat Barack Obama dengan Indonesia, sebagai tempat, negara ataupun rakyat yang pernah ia tinggali, kenali dan "bergaul" di masa kanak-kanak.Barack Obama lahir di Honolulu pada tanggal 4 Agustus 1961 dari pernikahan Barack Hussein Obama seorang muslim kulit hitam asal Kenya, dengan ibunya, Aan Dunham seorang kulit putih di East West Center Hawai University Honolulu. Setelah iunya bercerai dengan Obama senior, Aan Dunhan menikah dengan pria Indonesia yang bernama Lolo Soetoro dan tinggal di kawasan Tebet Jakarta Selatan selama 3,5 tahun.Rumah tinggalnya di Tebet yang sangat sederhana, hanya berkloset jongkok serta tidak ber AC. Di belakang rumahnya banyak ayam kampung peliharaan, sedangkan dekat jendela rumahnya bergelantungan jemuran pakaian. Pendidikan dasarnya dialami Barack Obama dengan bersekolah di SD Fransiscus Asisi serta SDN 01 Jalan.Besuki Menteng Jakarta Pusat. Beliau mengungkapkan pengalaman pendidikan dasarnya di Jakarta dengan menyebut "Kami tak punya cukup uang untuk dapat bersekolah yang berstandar internasional, sehingga masuk ke sekolah biasa, dan berteman dengan masyarakat Indonesia dari kalangan anak pembantu, penjahit maupun anak pegawai rendahan lainnya". Sewaktu ayah tirinya (Lolo Soetoro) keluar dari TNI dan masuk sebagai karyawan perusahaann minyak asing, secara berangsur-angsur kehidupan ekonominya mulai membaik.Masa remaja dan SLTA nya dilalui dengan tinggal di Honolulu, yang kemudian menapaki pendidikan tinggi dengan kuliah di Columbia University, New York (1985) dan pendidikan paska sarjananya di selesaikan pada tahun 1991 di Harvard Law School Boston.Karir politiknya dimulai dengan terpilihnya beliau pada tahun 1995 sebagai senatordi Negara bagian Illinois dan berkantor di Chicago. Pada tahun 2005 beliau terpilih sebagai senator di tingkat federal mewakili Negara bagian Illinois yang berkedudukan di Capitol Hill Washington DC. Saat dilantik sebagai senator pada tahun 2005, banyak masyarakat AS yang mulai memberikan perhatian serta pujian terhadap konsistensi sikap politiknya yang berpihak pada orang miskin di dunia (secara internasional). Banyak pihak menganggap kemuncullan Barack Obama, ibarat munculnya kembali John F Kennedy di masa hidupnya , bahkan kepopulerannya dinilai melebihi kepopuleran Bill Clinton dimasa berkuasa.Saat Flu Burung melanda negara kita, Barack Obama mempelopori dukungan bantuan kesehatan dari pemerintah AS, melalui lobby diplomatik yang benar. Bahkan sempat mengusulkan agar pemerintah Indonesia, memperoleh bantuan untuk penanggulangan bencana yang banyak menimbulkan kematian.


Sungguh, kehadiran Barack Obama disambut dengan antusisme yang tinggi oleh rakyat Indonesia, yang mendambakan kebebasan, penyetaraan dan keadilan, apalagi beliau pernah tinggal di Indonesia, bergaul dengan anak rakyat jelata sambil mengejar ayam, mainan lumpur, berenang di sungai,Bukanlah kelainan psikologis manakala, tidak menghapus ikatan emosional yang sulit untuk dilupakan oleh semua orang, termasuk beliau.Seandainya Barack Obama kelak menjadi presiden, maka hal itu adalah kehendak serta atas ijin Tuhan, dan hanya Tuhan yang tahu "apakah hal itu merupakan yang terbaik bagi bangsa AS, bangsa Indonesia maupun umat manusia di seluruh dunia".Saya dan anda mungkin termasuk yang berharap dan berdoa hal itu memang terjadi, karena hubungan silaturochim antar "hati nurani" memang tidak bisa dibohongi.

source ; Barack Obama, Menerjang Harapan dari Jakarta menuju Gedung Putih, UfukPress, 2007.

POST BY ; Darsana Setiawan ("Darsono- tasiun") Awal tahun 2008.

TEMPOnya TEMPE


Seminggu terakhir ini headline di berbagai media tidak hanya memunculkan berita tentang perkembangan kesehatan Pak Harto, akan tetapi makanan kesukaan saya sejak kecil yang bernama "tempe" nimbrung popularitas dengan cara menghilang dari peredaran kesehariannya di pasar rakyat atau pasar tradisional.Para wartawan yang tidak memperoleh tugas untuk meliput situasi di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), di Cendana, di Giribangun, di nDalem Kalitan langsung tancap gas mencari "tahu" perihal tempe. (kata "tahu" dalam suasana kisruhnya tempe dapat bermakna ganda, karena temannya tempe yang ikut hilang bersamanya juga bernama "tahu", ada tahu tempe, ada tahu Sumedang, ada tahu petis, and last but not least, sebagai orang yang lahir di Kediri saya pasti mengenal tahu takwa).


Perlu disimak, bahwa hilangnya si tempe dan tahu bukanlah masalah sepele, jangan-jangan memang ada yang membolak balik gorengan tahu, walaupun kita semua bakal tahu kalau tahu yang digoreng itu kalau dibalik (agar tidak gosong), jadinya ya tetap tahu. Beda dengan (maaf) pantat, kalau dibalik apa jadinya?.Walhasil berita TV, tiga hari terakhir ini membeberkan hasil kerja teman-teman wartawan yang sukses mencari tahu penyebab hilangnya tempe dari singgasana lapak penjajaannya di pasar-pasar, karena melonjaknya harga bahan baku tempe yaitu kedelai yang tidak lagi mengenal peri kelezatan manusia, yaitu di atas 100%.Bulan lalu harga kedelai berkisar 3.500 rupiah per kilo, dan saat ini sudah berada di atas level harga 7.000 rupiah per kilo. Walaupun para pengusaha kecil tahu dan tempe sudah mensiasati agar produksinya jalan terus dengan cara mereduksi besarnya potongan-potongan tahu dan tempe sehingga menjadi lebih kecil dan harganya dinaikkan sedikit ke atas, namun tetap tekor alias rugi juga. Saking geramnya, sekelompok pengusaha kecil tahu dan tempe di kota Banyuwangi beramai-ramai melakukan "swiping" kepada semua kendaraan yang mencoba mengangkut dan membawa masuk produksi tahu dan tempe dari luar kota, karena dianggap tidak solider dengan harga di bawah biaya produksi nyata. "Weleh-weleh, wong tempe saja kok diobrak abrik melalui harga kedelai, gimana ini juntrungannya?", gerutu saya. Kalau ada pertanyaan kepada para importir kedelai (karena memang selama ini kita selalu mengimpor kedelai dari luar negeri), pasti jawaban klisenya muncul "karena harga kedelai di pasar internasional, terutama di Amerika Serikat memang sudah tinggi (naik)". Sama halnya dengan jawaban yang diterima para peternak gurem ayam ras, yang kelimpungan menghadapi kenaikan harga pakan, sementara harga ayam potongnya ikut turun gara-gara berita "flu burung yang tak kunjung mereda". Alasan produsen pakan ayam juga sama klasiknya yaitu "harga pakan ayam naik karena harga jagung (sebagai bahan baku utama pakan) di luar negeri terutama di Amerika Serikat, juga naik, sehingga kami juga ikut menaikkan harga pakan ayam untuk para peternak ayam kelas gurem".Masalah tempe bukan lagi sesederhana seperti di masa lalu, karena sudah menyangkut masalah harga di pasar internasional sehingga sudah menjadi komoditas global.Saya jadi ingat soal hak patent tempe itu sendiri yang memang sudah didaftarkan oleh Jepang di Kantor Patent New York AS. Saatnya tiba kelak (mungkin sesuai kesepakatan di dalam WTO yang sudah kita ratifikasi), walaupun soal bahan baku kedelai suatu saat tersedia dengan melimpah, (jangan-jangan) saya juga tidak semudah dulu lagi makan tempe, karena harus membayar "fee" terlebih dahulu kepada pemegang patent tempe.Sekarang, memang TEMPO-nya TEMPE untuk ikut berlaga mencari perhatian publik, atau memang sang tempe kembali dijadikan komoditas politik oleh sekelompok orang tertentu agar kiblat media tidak fokus disatu arah yaitu RSPP. He..he..saya tidak bermaksud mengingat-ingat ada tidaknya hubungan TEMPO dan TEMPE, karena enaknya tempe walaupun tanpa promosi wisata kuliner, TEMPO KAPAN SAJA TEMPE TETAP ENAK DIMAKAN DAN PERLU, jadi tempe tetaplah "uueenaaak tenaaan…dan ..mak nyuuus’ walaupun TEMPO-TEMPO harganya mahal seperti saat sekarang.Lho kenapa tempe dan tahu yang jadi sasaran?, Apakah tidak dipikir panjang bahwa kelangkaan kedelai akan menyebabkan sekian banyak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi para kuli dan pekerja kelas bawah di pabrik/ home industri tempe dan tahu itu sendiri?. Tidak saja Bung Karno yang marah dengan semangat patriotisme bangsanya, sehingga berpesan "jangan jadi bangsa tempe", akan tetapi kita dulu juga marah, diledek sporter kesebelasan Singapor dengan kalimat "gara-gara terlalu banyak makan tempe sehingga kesebelasan PSSI "Garuda" yang dimotori Iswadi Idris dan kawan-kawan pulang ke tanah air, tidak membawa piala kejuaraan.Inilah nasibnya tempe, sebagai makanan (yang dianggap) kecil dan sepele karena dikonsumsi oleh masyarakat bawah dan berimplikasi hanya pada rakyat miskin. Akan tetapi hendaklah selalu diingat bahwa masalah-masalah besar yang menimpa semua bangsa di dunia, berasal dari akumulasi masalah masalah (yang dianggap) sepele sebelumnya.Buktinya para pekerja yang terkena dan terancam PHK serta para pengusaha gurem dari industri tempe sudah hilang kesabarannya dan berdemo di depan Istana Negara. Mereka yang berdemo adalah pemakan tempe, dan pasti rakyat kecil yang tidak atau belum mampu membeli lauk selain tempe (karena memang dulu harganya murah).


Mari kita bersama-sama waspada,…….karena Maslow telah mengingatkan kita, bahwa urusan perut bagi si miskin, memang nomor satu!.Mudah-mudahan penerima amanah untuk urusan perdagangan tempe di negeri ini segera dapat mengakhiri krisis kedelai di tanah air, dan "statemen press" presiden yang mengatakan pemberlakuan Bebas Bea Masuk Impor kedelai dari luar negeri BENAR-BENAR DAPAT DILAKSANAKAN DI LAPANGAN, (nggak usah ragu!!, walaupun Ibu Kepala Departemen Ekonomi Institut Pertanian Bogor dan pak Rizal Ramli yang mantan menteri ekonomi, berhitung sendiri antara kenaikan harga kedelai yang 100% lebih dan pembebasan Bea Masuk Impor hanya 10%), sehingga jangan sampai berdampak negatif pada KEBERSAMAAN yang sedang dibangun dan mulai menampakkan wujudnya.Memang, sekarang TEMPO-nya TEMPE meminta perhatian.Pesan pak YB Sumarlin* dan pak Emil Salim saat ditanya bung Rizal Malarangeng (di salah satu acara TV) tentang pesan ke depan berdasar pengalaman sukses menjadi bagian dari "TIM WIJOYONOMIC" mengatakan; " utamakan masalah mendasar menyangkut masalah pangan, dan yang penting jangan bekerja sendiri-sendiri, bekerjalah sebagai TIM YANG PADU, TERUTAMA YANG BERTANGGUNGJAWAB DI SEKTOR ITU IKUT DILIBATKAN". Komentar akhir saya "Memang benar tidak ada Superman, yang ada SUPER TEAM bahkan harus bisa ditingkatkan kinerjanya menjadi SUPER DREM TEAM!!" dan tidak sekedar bersama.Besok kita cari tahu dan tempe di tempatnya.....InsyaAllah sudah ada.


catatan:* Prof.Dr.Sumarlin yang tersebut di atas, adalah sesepuh SANYURI (Santi Paguyuban masayarakat Kediri)


Jakarta, 17 Januari 2007, Darsana Setiawan, e-mail ; darsanatasiun@gmail.com atau darssetia@yahoo.co.id Weblog : http://omson.blogspot.com/ atau http://edukasipress.wordpress.com/ bisa juga http://darsanas.multiply.com/

Senin, 18 Februari 2008

HALAMAN PREAMBULE


Blog ini menjadi bagian dari upaya interaksi antar ALUMNI SMA NEGERI 1 KEDIRI, terlebih angkatan 1969 dimanapun berada.

Semoga jalannya komunikasi tersebut dapat berlanjut menjadi proses silaturochmi yang berkesinambungan, tidak sekedar melalui arisan, namun juga bisa melalui KONTAK BATHIN ELEKTRONIK secara virtual melalui weblog seperti ini.

Suatu harapan besar kiranya teman-teman berkenan menyambut dan menyambung ikatan silaturochmi tersebut (bisa melalui email : darsanatasiun@gmail.com), sehingga menjadi suatu "REZEKI" seperti yang telah dituntunkan Yang Maha Kuasa kepada kita bersama.

Amien.